Senin, 25 Januari 2010

Aremania Pelopor Revolusi, Bonek Pelopor Delegitimasi PSSI

 
Minggu, 24 Januari 2010 10:50:21 WIB
Reporter : Oryza A. Wirawan


Surabaya (beritajatim.com) - Saya adalah orang yang paling sedih sekaligus senang, ketika ribuan Bonek melakukan tret-tet-tet ke Bandung, untuk menyaksikan laga Persib melawan persebaya, Sabtu (23/1/2010) malam. Bagi saya peristiwa ini mengandung hikmah penting.

Saya sedih, karena sebagian Bonek masih berperilaku brutal. Apapun alasannya, melakukan aksi kerusuhan di Solo tidak bisa dibenarkan. Aksi kerusuhan hanya menodai upaya keras Bonek untuk mengubah citranya yang negatif selama ini. Saya berharapa aparat keamanan bisa bertindak lebih tegas terhadap Bonek yang melakukan kerusuhan. Akibat mereka yang melakukan kerusuhan, citra Bonek yang mulai membaik kembali terluka. Oleh sebab itu, saya gembira, ketika kepolisian menangkap 19 Bonek yang melakukan aksi penjarahan. Hukuman berat harus diberikan kepada pelanggar hukum, tanpa pandang bulu.

Syukurlah, Bonek seperti 'membayar' perilaku negatifnya di Solo dengan tidak melakukan kerusuhan di Bandung. Kendati Persebaya kalah dari Persib, Bonek tidak melakukan kerusuhan dan bahkan berbaur dengan puluhan ribu suporter Persib. Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf pun tampak menyaksikan pertandingan itu dengan penuh senyum. Tidak ada kecemasan.

Di lain pihak, saya gembira Bonek ke Bandung, karena ini merupakan bentuk perlawanan awal terhadap PSSI dalam bentuk nyata. Sebagaimana kita ketahui, PSSI melalui Komisi Disiplin telah menjatuhkan sejumlah sanksi yang cenderung tak adil terhadap sejumlah klub, terutama klub-klub Jawa Timur.

Simak saja: Persela dan Persebaya dihukum karena nyanyian suporter yang dinilai rasis. Tak jelas, apakah PSSI sudah mempelajari arti kata rasisme dan bisa membedakannya dengan provokasi. Derajat rasisme dan provokasi jelas jauh berbeda. Saya menolak keras lagu-lagu provokatif di stadion. Namun tak adil jika kemudian kita mengatakan lagu-lagu itu sebagai bentuk rasisme.

Di lain pihak, PSSI tak menjatuhkan sanksi kepada suporter Persija Jakarta yang juga menyanyikan lagu rasis (menurut kosakata versi PSSI), saat pertandingan melawan Persebaya di Senayan beberapa waktu lalu. Bahkan, masih kuat dalam ingatan kita, dalam perhelatan semifinal Copa Indonesia 2007, suporter Persija mendapat gelar suporter terbaik, kendati sempat melakukan kerusuhan saat semifinal.��

Arema dihukum satu kali pertandingan tanpa penonton plus denda karena suporter yang meluber ke sentelban, saat melawan Persema. Padahal, tidak ada keributan dalam pertandingan itu. Persikad Depok terpaksa harus turun kasta, karena gagal menggelar dua kali pertandingan kandang. Sementara itu, Persija Jakarta yang tak bisa melaksanakan pertandingan kandang saat melawan Persebaya mendapat bantuan dari Badan Liga Indonesia. Gagal menggelar pertandingan melawan Persitara Jakarta Utara, Persija mendapat dispensasi penundaan dan bukannya sanksi sebagaimana dialami Persikad Depok.

Dari beberapa fakta di atas, sudah terang benderang betapa pedang keadilan Komisi Disiplin PSSI mengayun ke arah tertentu saja. Terakhir, di Jawa Pos Minggu (24/1/2010), petinggi PSSI sudah siap memberikan sanksi tambahan kepada Persebaya karena kenekatan Bonek melanggar larangan away selama dua tahun. Petinggi PSSI juga 'meremehkan' upaya banding Arema kepada Ketua Umum PSSI Nurdin Halid.

Dengan sekian ketidakadilan itu, maka PSSI sebenarnya sudah menggali lubang kuburnya sendiri. Selama ini, PSSI memperlakukan klub tak ubahnya sapi perahan dengan memberlakukan denda uang dalam jumlah besar, setiap kali ada kesalahan. Namun PSSI tak pernah mampu memberikan solusi tuntas terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi klub. PSSI bersikap ambigu terhadap persoalan yang dihadapi klub. PSSI menggembar-gemborkan kompetisi profesional, namun tak mempersiapkan perangkat lunak maupun keras dengan baik. Persoalan klasik klub seperti pendanaan dan suporter seolah dibiarkan menjadi persoalan klub sendiri.

Itikad baik klub maupun suporter mematuhi PSSI betapapun muaknya tidak dihargai. Sebut saja: tidak ada apresiasi positif terhadap Arema dan Aremania yang sudah bersabar menjalani dua tahun hukuman tanpa atribut. Apresiasi PSSI justru 'membunuh' Arema dengan jalan melarang satu kali pertandingan tanpa penonton, pasca luberan penonton ke sentelban saat Arema versus Persema.

Sanksi terhadap Persela dan Persebaya sebesar Rp 250 juta jelas juga membunuh. Dengan penggunaan APBD yang terbatas, praktis Persela maupun Persebaya mengandalkan tiket masuk penonton untuk menghidupi klub sebagaimana Arema. Persebaya lebih beruntung, karena mendapat pasokan sponsor dari perusahaan biskuit walau tak sangat besar. Denda Rp 250 juta yang setara dengan pendapatan satu kali laga sama saja dengan usaha pembangkrutan klub.

Jika selama ini kepatuhan terhadap PSSI ternyata tidak mendapat apresiasi, tak ada jalan lain untuk melakukan perlawanan selain pembangkangan. Pembangkangan merupakan upaya delegitimasi terhadap PSSI sebagai organisasi sepakbola nasiona yang tak beres bekerja.

Selama ini sudah banyak pihak yang berteriak menuntut agar PSSI dirombak total. Bahkan Aremania menjadi kelompok suporter pertama yang berani menyuarakan revolusi terhadap PSSI. Bahkan Aremania menggalang sejumlah suporter untuk berunjukrasa. Namun teriakan revolusi dan tuntutan perombakan seperti menyapu angin, karena semua elemen klub tak ada yang berani melawan.

Maka, apa yang dilakukan Bonek dengan tetap berangkat ke Bandung, kendati sudah dihukum dua tahun tak boleh ikut mendampingi pertandingan tandang Persebaya, merupakan bentuk lanjutan nyata dari revolusi terhadap PSSI. Jika Aremania menjadi pelopor seruan revolusi, maka Bonek menjadi pelopor pembangkangan terhadap PSSI.

Saya sempat berdiskusi dengan salah satu Bonek, ketika PSSI menjatuhkan sanksi larangan away dua tahun. Ia dengan enteng mengatakan, "Buat apa menuruti PSSI yang tidak jelas."

PSSI menjatuhkan sanksi keras terhadap Persebaya. Dan Bonek menjawab dengan tak kalah keras pula: 5.000 suporter berangkat ke Bandung. Keberangkatan para Bonek ini menjadi sinyal awal bahwa PSSI sudah tak perlu lagi dipatuhi. Tak ada lagi yang patut dibanggakan terhadap PSSI: prestasi tak jelas, tak adil pula. Pembangkangan Bonek terhadap PSSI ini sebenarnya suatu ironi, mengingat PSSI juga membangkang terhadap FIFA dengan tetap menjadikan Nurdin Halid sebagai ketua umum. Jadi ini cerita 'sang pembangkang' akhirnya 'dibangkang'.

Sayang, perlawanan Bonek terhadap PSSI ini ternoda oleh ulah sebagian Bonek sendiri yang melakukan kerusuhan di Solo. Saya membayangkan, seandainya keberangkatan Bonek ke Bandung berjalan dengan damai, tentu semakin sempurnalah upaya delegitimasi terhadap PSSI. Ke depan, saya tak henti berharap seluruh elemen Bonek tetap berupaya membenahi diri. Sulit memang menghentikan ulah para perusuh yang memanfaatkan nama besar Bonek. Saya kira, mulai saat ini, Bonek yang terorganisasi harus bekerjasama dengan kepolisian dalam melakukan pembinaan, dengan jalan memberikan dukungan kepada aparat untuk menindak tegas para perusuh yang memakain nama Bonek. Dengan demikian para Bonek yang tidak berbuat anarkis bisa terhindar dari cap negatif.

Terakhir, saya tidak tahu sanksi apa yang bakal dijatuhkan PSSI terhadap Persebaya karena perlawanan Bonek itu. Hinca Panjaitan di Jawa Pos (24/1/2010) meminta klub bersiap-siap menanggung dosa suporter. Pertanyaannya: siapakah yang akan menanggung dosa PSSI selama ini? Dosa akibat pembangkangan terhadap FIFA dan dosa lainnya berupa paceklik prestasi tiada akhir, siapa yang bakal menanggung?
Yang terang, saya melihat, kebangkitan sepakbola Indonesia akan berawal dari Jawa Timur. Aremania sudah mempelopori seruan 'Revolusi PSSI'. Kini, giliran Bonek mempelopori delegitmasi terhadap PSSI. [wir]

sumber :

beritajatim.com

Jumat, 22 Januari 2010

4 Bonek Jatuh dari KA, 2 Diantaranya Dilempari Suporter Pasoepati



Jumat, 22/01/2010 15:42 WIB
Imam Wahyudiyanta - detikSurabaya



Surabaya - Selain satu bonek tewas terjatuh dari KA Pasundan, seorang bonek belum mengetahui identitasnya juga terjatuh tersangkut kabel di Karangnyar. Sementara 2 bonek lainnya jatuh di Solo karena dilempari para suporter Persis Solo (Pasoepati).

"Informasi itu saya dapatkan dari teman bonek yang ikut kereta tersebut," tandas Koordinator Bonek Wastomi saat dihubungi detiksurabaya.com, Jumat (22/1/2010).

Dia mengaku KA Pasundan yang dinaiki para bonek berangkat dari Stasiun Gubeng pukul 06.00 WIB. Menurut jadwal, kereta akan datang pukul 22.00 WIB di Stasiun Kiara Condong, Bandung.

Wastomi mengaku berduka atas meninggalnya bonek yang naik ke atap kereta api dalam perjalanannya ke Bandung, setelah tersangkut kabel. "Kami turut berduka cita karenanya," tambahnya. (iwd/fat)
detiksurabaya.com

Rabu, 20 Januari 2010

Ortu Bonek Cilik yang Tewas Dapat Undangan Khusus Persebaya

 
Selasa, 19 Januari 2010 19:09:01 WIB
Reporter : M. Syafaruddin


Surabaya (beritajatim.com) - Untuk menghormati meninggalnya salah satu Bonek cilik, Marshal Rachmat Alif (10) saat pertandingan Persebaya melawan Arema Malang lalu, pengurus Bajul Ijo akan mengundang orang tua serta kakek korban untuk menyaksikan secara langsung pertandingan melawan Persema Malang, Rabu (20/1/2010) besok.

Menurut Ketua Umum sekaligus manajer Persebaya, Saleh Ismail Mukadar, Selasa (19/1/2010), pihaknya akan mengundang keluarga Marshal untuk menyaksikan pertandingan kandang terakhir Bajul Ijo putaran pertama ini.

Menurut Saleh, hal itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan Bajul Ijo terhadap pengorbanan Bonek yang masih duduk di kelas IV SD itu. "Semoga perhatian ini sedikit meringankan duka mereka akibat kehilangan anggota keluarga tercinta," kata Saleh.

Sebelumnya, Persebaya juga memberikan tali asih kepada keluarga Marshal. Saat itu, perwakilan Persebaya juga didampingi pencetak gol pertama ke gawang Arema, sekaligus idola Marshal, Taufiq. Ditemani Satrio Syam, pemain mungil itu sempat menitikkan air mata ketika mendengar cerita ibunda Marshal, Weni.

"Saat Taufiq cetak gol, Marshal meluapkan kegembiraan di jalan� hingga akhirnya terjadi musibah itu. Dia itu fans berat Persebaya," kata Weni di kediamannya Jl Endrosono IX/5, Senin (18/1/2010) kemarin.

Selain mengundang keluarga Marshal untuk menyaksikan pertandingan timnya lawan Persema, Saleh juga meminta pemainnya mengenakan pita hitam sebagai tanda berkabung. Tak hanya itu, pemain juga akan mengheningkan cipta sebelum pertandingan dimulai.

Meninggalnya suporter memang bukan hal baru bagi Persebaya. Saat Bajul Ijo lolos Superliga melalui babak playoff, juga ada Bonek yang meninggal karena terjatuh dari atap kereta. Memang sebagian orang menganggap hal itu gila, tapi pada kenyatannya Bonek memang rela berkorban nyawa demi tim kebanggannya, Persebaya. [sya/kun]bejat.com

Selasa, 19 Januari 2010

Atur Tenaga Siasati Jadwal



Tanpa Taufiq dan Josh Maguire Lawan Persema

SURABAYA - Persebaya Surabaya bertekad menaklukkan Persema Malang untuk menutup laga home terakhir pada putaran pertama dengan manis. Namun, Green Force -julukan Persebaya- harus berhitung cermat. Sebab, mereka dituntut cermat dalam menurunkan pemain.

Pada laga melawan Laskar Ken Arok (julukan Persema), Persebaya tak bisa menurunkan dua gelandang energik, Taufiq dan Josh Maguire. Taufiq absen karena telah mengantongi dua kartu kuning. Sebelum diganjar kartu kuning ketika menghadapi Arema, Taufiq menerima kartu kuning saat Persebaya menjamu Persisam Samarinda pada 18 Oktober 2009.

Josh tidak bisa diturunkan karena menjalani skors satu pertandingan dari Komdis PSSI. Pemain asal Australia itu disanksi karena menginjak pemain Persik Wawan Widiantoro.

Pelatih Persebaya Danurwindo mengatakan, pihaknya harus merotasi pemain. Menghadapi Persema, Danur -sapaan Danurwindo- mengatakan masih punya beberapa pilihan di lini tengah. Di antaranya Wijay, Lucky Wahyu, dan Arif Ariyanto.

Rotasi tersebut juga bertujuan untuk menyiasati padatnya jadwal. Pada 16 Januari-26 Januari, Mat Halil dkk harus melakoni empat pertandingan. Setelah menghadapi Arema (16/1) dan Persema (20/1), Persebaya melawat ke kandang Persib Bandung (23/1) dan Sriwijaya FC (26/1). Karena itu, dia mengakui bahwa timnya rentan keletihan.

Karena itu, dalam latihan rutin kemarin di Gelora 10 Nopember, Danur hanya menjalankan program rekondisi pemain. Dia menyampaikan, salah satu kunci keberhasilan mengatasi Arema adalah disiplin dan menjalankan instruksi pelatih dengan baik.

''Ketika itu, kami berupaya menahan pergerakan dua sayap Arema dan mengawal ketat penyerangnya,'' ucap dia. Di sisi lain, barisan depan Persebaya terus mengganggu lini belakang Singo Edan -julukan Arema. Danur ingin strategi tersebut kembali dijalankan saat menghadapi Persema. "Terutama, membangun serangan dari belakang ke depan," tuturnya. (uan/diq)jawapos

Laga Home Terakhir, Persebaya Wajib Kalahkan Persema

 
Selasa, 19 Januari 2010 08:00:41 WIB
Reporter : M. Syafaruddin


Surabaya (beritajatim.com) - Persebaya di atas angin ketika menghadapi Persema Malang, Rabu (20/1/2010) besok sore di stadion Gelora 10 Nopember. Sebab saat ini Bajul Ijo dalam kondisi bagus-bagusnya. Sedangkan lawannya baru saja menjalani dua kekalahan beruntun lawan Arema dan Persik Kediri.

Tentu kondisi Persema yang menurun dapat dimanfaatkan oleh Bajul Ijo. Apalagi anak buah Danurwindo ini baru saja meraih supremasi kala berhasil menghancurkan musuh bebuyutannya, Arema dengan skor telak 2-0. Tapi perlu diingat, Laskar Ken Arok pernah mengalahkan Persebaya 2-0 dalam semi final Liga Jatim 2009 lalu.

Saat itu dua gol anak buah Subangkit dihasilkan melalui aksi M Kamri dan Semme Patrick. Kamri mencetak gol pada menit keenam setelah memanfaatkan kesalahan dari pemain belakang Persebaya, Anderson da Silva. Sedangkan gol Patrick juga karena kesalahan pemain belakang Bajul Ijo sediri.

"Tentu beda, saat itu tim kita tidak seperti sekarang. Tapi bagi saya, Persema dulu dengan sekarang sama saja. Tapi yang jelas sekarang saya lebih tahu permainan mereka," beber Danur, Selasa (19/1/2010).

Sayang pada pertandingan besok, mereka tidak bisa menampilkan dua pemain andalan di lini tengah, Josh Maguire dan Taufiq. Josh tidak bisa merumput lantaran masih dalam hukuman Komdis PSSI, sedangkan Taufiq yang mencetak gol pertama ke gawang Arema harus absen lantaran akumulasi kartu kuning.

Selain itu, wing kanan Persebaya, Anang Ma'ruf juga belum bisa main. Meski sudah bisa mengikuti latihan, namun Anang harus beristirahat hingga putaran kedua mendatang. Sedangkan wing kirinya, Mat Halil trancam tidak bisa main karena ada luka di kaki kirinya.

"Ada lecet sedikit, dan mulai membesar. Saya tidak tahu apa bisa main apa tidak," ucap Halil kepada beritajatim.com.

Tapi hal itu tidak berarti bagi Danur, sebab dirinya sudah menyiapkan dua nama untuk mengisi posisi Taufiq, yakni Arif Ariyanto dan Wijay. Sedangkan untuk Josh, posisinya akan diisi pemain muda, Lucky Wahyu. Satrio Syam kemungkinan besar juga akan diturunkan untuk menggantikan pos Halil.

"Kemarin kita berhasil karena pemain jalankan intruksi yang diberikan. Arema punya pemain berbahaya di kanan dan kiri serta strikernya. Tapi kemarin pemain depan Arema tidak punya kesempatan. Itu karena kita berhasil mematikan kedua wing dan strikernya," kata Danur.

Lanjutnya, dia juga harus memperbaiki lini belakang. Ia meminta pemainnya untuk memulai serangan dari belakang, tapi tidak dengan cara long pass, melainkan dari kaki ke kaki.

Dalam hal ini, Danur menyebutnya dengan build up from behind. Tak hanya itu, ia juga mengkritik pemainnya yang sering amburadul dalam mengambil posisi.

"Tapi pemain masih banyak melakukan pelanggaran yang tidak berarti di daerah sendiri. Untuk itu besok saya tidak mau ada lagi corner kick dan free kick yang tak berarti," sambung mantan pelatih Persija Jakarta itu.

Dari empat pertamuan terkahir di Surabaya, Persebaya tak pernah kehilangan poin atas Persema. Bahkan musim lalu mereka menggebuk M Kamri cs dengan skor telak 6-1. Selain itu, rekor away Persema musim ini juga buruk, dari delapan kali away, mereka hanya dua kali menang, satu kali seri dan sisanya berakhir dengan kekalahan.

Jika Persebaya berhasil menggusur Persema, maka mereka akan terangkat ke posisi empat menggusur Persema. Dan kemenangan pula yang menjadi target utama pelatih Danurwindo. "Kita main di kandang, tidak ada kata lain selain main fight dan menang," pungkasnya.

Untuk pertandingan besok, kemungkinan posisi kiper akan dipercayakan pada Endra Pras. Tiga pemain belakangnya adalah, Taka Uchida, Anderson da Silva dan Djayusman Triasdi. Sedang lima pemain tengahnya adalah, Satrio Syam, Lucky Wahyu, Arif Ariyanto, Supriyono dan John Tarkpor. Duet Andi Oddang dan Ngon A Djam kemungkinan menjadi pilihan utama Danur.[sya/eda]
bejat.com 

Senin, 18 Januari 2010

Persebaya Mulai Buru Pemain di Jakarta

Senin, 18 Januari 2010 13:03:54 WIB
Reporter : M. Syafaruddin



Surabaya (beritajatim.com) - Penampilan Persebaya putaran pertama ini memang tidak terlalu superior. Meski menjadi salah satu tim paling subur di Superliga, tapi mereka juga menjadi tim dengan pertahanan paling bobrok, sejauh ini mereka sudah kemasukan 22 gol dan memasukkan 24 gol. Tak heran jika manajemen bermaksud melakukan perombakan pada putaran kedua nanti.

Menurut manajer Persebaya, Saleh Ismail Mukadar, Senin (18/1/2010) mengatakan, dirinya belum puas dengan prestasi Persebaya musim ini. Meski timnya baru saja bermain fantastis dengan mengalahkan musuh bebuyutannya, Arema, tapi Saleh menganggap Bajul Ijo harus mendapatkan tambahan pemain pada putaran kedua nanti.

"Ya, Persebaya harus lebih bagus di putaran kedua. Tapi kita masih menunggu rapor yang diberikan tim pelatih pada akhir putaran pertama nanti," kata Saleh.

Oleh sebab itu dirinya berangkat ke Jakarta untuk menemui salah satu agen pemain profesional di Indonesia, Indobola Mandiri. Indobola Mandiri memang bukan orang baru di Indonesia.

Perusahaan agensi pimpinan Eko Subekti itu pemasok beberapa pemain ternama macam Ngon A Djam.

"Indobola Mandiri memperkenalkan pemain-pemainnya lewat pertandingan persahabatan sore ini di stadion Lebak Bulus, Jakarta," lanjutnya.

Tapi Saleh menolak untuk memberi tahu pemain macam apa yang kini dalam perburuannya. Sebab kuota pemain asing di Persebaya sudah terisi penuh. Sesuai dengan peraturan PT Liga Indonesia, setiap tim harus punya lima pemain asing, diantaranya adalah, tiga pemain non Asia (Ngon A Djam, John Tarkpor dan Anderson da Silva) dan dua pemain Asia (Taka Uchida dan Josh Maguire).

Otomatis bila Saleh menginginkan penambahan pemain, maka ia harus mencoret salah satu pemainnya. Tapi, siapakah pemain yang harus angkat kaki pada jeda kompetisi nanti. Sejauh ini nama-nama yang berkembang mengerucut pada tiga orang, yakni Taka Uchida, Ngon A Djam dan Anderson da Silva. Apakah ketiga pemain itu, ataukah ada nama lain yang terancam coret, kita lihat saja nanti.[sya/ted]
bejat.com

Persebaya Tanpa Anang Hingga Putaran Pertama Usai

 
Minggu, 17 Januari 2010 14:27:52 WIB
Reporter : M. Syafaruddin


Surabaya (beritajatim.com) - Pemain veteran Persebaya, Anang Ma'ruf sepertinya harus lebih sabar lagi jika ingin kembali merumput di lapangan hijau. Sebab pelatih Persebaya, Danurwindo memperkirakan pemainnya masih belum siap 100 persen untuk comeback, sebab masih ada sedikit trauma yang mengganjal di hati Anang.

Danur, Minggu (17/1/2010) mengatakan, dirinya sebenarnya sangat ingin menurunkan Anang. Sebab, porsi pemain kanan di Persebaya sangat minim. Selama ini, sayap kanan Persebaya diisi oleh Supriyono, padahal mantan pemain Persija Jakarta itu sebenarnya sayap kiri. Sebelum Mat Halil kembali dari ibadah haji, Supriyono selalu mengisi posisi sayap kiri.

Tapi setelah Halil datang dan Anang cedera, terpaksa Supri digeser ke kanan. Memang hal itu tidak masalah, mengingat Supri adalah pemain serba bisa. Selain itu, masih ada pemain serba bisa lainnya, Satrio Syam. Meski begitu, Danur tetap menginginkan Anang cepat sembuh, karena bila ada salah satu pemainnya yang absen, baik karena cedera atau akumulasi kartu, dia dengan mudah menemukan penggantinya.

Cedera Anang didapat setelah ia mendapat takling keras dari pemain Persitara Jakarta Utara, Sutikno, 11 November 2009 lalu. Saat itu dokter tim mengungkapkan Anang mengalami dislokasi sendi tangan kirinya. Anang pun harus absen lama. Terhitung dia absen latihan selama sebulan lebih, sedang ia harus absen hingga sembilan pertandingan Bajul Ijo.

''Anang, ya dia masih perlu waktu. Cederanya sudah membaik, tapi psikisnya masih belum siap. Mungkin putaran kedua nanti dia baru bisa main,'' ucap Danur. Memang Anang sudah mulai berlatih bersama tim. Tapi jika pernyataan Danur benar, Maka Anang akan absen total di 12 pertandingan Bajul Ijo. [sya/kun]
bejat.com

... Dan Pemenangnya adalah Bonek

Sabtu, 16 Januari 2010 22:09:58 WIB
Reporter : Oryza A. Wirawan


Surabaya (beritajatim.com) - Persebaya Surabaya memang berhasil menuntaskan laga super big match melawan Arema dengan skor 2-0, di Gelora 10 November, Sabtu (16/1/2010). Namun, tak pelak, pemenang sesungguhnya dalam laga tersebut adalah Bonek, sebutan untuk pendukung Bajul Ijo Persebaya.

Di tengah keraguan banyak pihak, bahwa pertandingan akan berlaku tertib dan tanpa kerusuhan, Bonek justru mampu menunjukkan sebaliknya. Dalam laga yang dihadiri 29 ribu penonton bertiket, Bonek akhirnya benar-benar mewujudkan 'cita rasa Liverpudlian': tidak ada lemparan benda asing ke tengah lapangan yang bisa mencederai pemain. Yang ada hanya nyanyian intimidatif yang sangat keras. Dan intimidasi model ini diabsahkan dalam sepakbola, senyampang tidak mengganggu jalannya pertandingan.

Pelatih dan para pemain Chelsea sempat dibikin kaget oleh para Liverpudlian yang bernyanyi begitu keras di stadion. Nyanyian itu mengganggu konsentrasi mereka. Dalam konteks yang berbeda, saya rasa hal serupa juga dilakukan Bonek, terlepas adanya tuduhan bahwa nyanyian itu provokatif atau tak kreatif. Karena pada dasarnya sebuah nyanyian dalam laga sepakbola memiliki substansi untuk memberi semangat tim pujaan dan menjatuhkan mental tim lawan. Secara efektif, sedikit banyak, Bonek sudah melakukannya.

Sayang sekali, masih saja ada oknum Bonek yang melakukan teror kasar dengan melempari bus pemain Arema dengan batu. Di satu sisi, tindakan ini tidak bisa dibenarkan. Ini menunjukkan bahwa masih ada oknum Bonek yang tak menyadari arti sportivitas. Kita bisa mengatakan oknum, karena pelakunya hanya segelintir dan bukan puluhan ribu Bonek. Yang segelintir itu (empat orang), syukurlah, bisa diamankan aparat keamanan. Kerusuhan pun tak menjalar kepada ribuan Bonek lain yang bertahan di luar stadion.

Gara-gara ulah ngawur empat oknum itu, Persebaya dan Bonek secara keseluruhan harus menanggung akibatnya. Sanksi dari Badan Liga Indonesia bisa saja jatuh sewaktu-waktu, dan ini jelas kerugian besar. Kita hanya berharap, kelakuan tak terpuji empat oknum Bonek itu tak mengakibatkan pepatah 'setetes nila rusak susu sebelanga'. Namun, apapun itu, sanksi harus siap diterima apapun itu.
Ada baiknya pentolan-pentolan Bonek yang terorganisasi meminta maaf secara resmi kepada Arema. Setidaknya, kita tahu, aksi kekerasan seperti itu bukan itikad sesungguhnya Bonek. Saya sendiri percaya, Aremania tak akan melakukan aksi balas dendam. Saya yakin, para suporter Malang sudah cukup belajar dari ulah oknum suporter yang mengetapel bus Persebaya saat Kompetisi Perserikatan dan membuat mata pemain muda berbakat bernama Nurkiman buta. Namun permintaan maaf dari Bonek akan menjadi jalan yang baik untuk tetap menjaga persaudaraan.
Saya sangat berharap ulah empat oknum Bonek itu tak merusak tren positif yang ditunjukkan para pendukung Persebaya Sabtu sore. Selama ini, Bonek sudah cukup teruji dengan dua kali kekalahan di kandang sendiri, dari Persipura Jayapura dan Persik Kediri. Tidak ada kerusuhan apapun. Hal ini tentu kemajuan yang patut dipuji dari Bonek, mengingat sebagian kalangan sudah kadung melakukan generalisasi (gebyah uyah) terhadap perilaku pendukung Persebaya.

Saat ini memang sebagian kalangan masih memandang enteng kemajuan (progress) di kalangan Bonek. Provokasi dan hujatan yang menempelkan stigma negatif masih sering diberondongkan kepada Bonek. Media massa pun agaknya juga lebih 'menikmati' Bonek dalam performa penuh hooliganisme ketimbang dalam wajah yang lebih santun. Paradigma media massa dan masyarakat menggambarkan kutub oposisi biner dalam teori strukturalisme, yang membutuhkan kelompok berpredikat 'bad boys' (anak nakal) untuk menentukan kelompok berpredikat 'good boys' (anak baik). Namun, saya berharap hujatan dan provokasi ini tidak mengendurkan itikad dan keinginan Bonek untuk menjadi lebih baik.

Saya pribadi berharap, semua pihak bisa mengapresiasi perkembangan positif kelompok suporter mana pun di Indonesia. Sudah saatnya PSSI berhenti memandang suporter bak sapi perahan: dibutuhkan untuk pemasukan, dan ditendang jika berbuat amuk.
Ada satu hal yang sebenarnya bisa dilakukan panitia pelaksana untuk mengantisipasi amuk suporter adalah penjualan tiket secara benar. Sejumlah Bonek marah karena tidak kebagian tiket dan merobohkan tenda di dekat ticket box. Mereka menghujat panpel karena dianggap lebih mengutamakan calo ketimbang mereka.
Sebagai bagian dari reportase, saya sempat mencoba masuk ke dalam antrean tiket penonton dan ikut beberapa lama berpartisipasi antre, untuk mengetahui sendiri bagaimana kondisi penjualan tiket. Dan saya bisa memahami, betapa jengkelnya para pendukung Persebaya. Beberapa orang mengaku sudah antre berjam-jam, tapi ternyata tiket dinyatakan habis. Ujung-ujungnya, suporter curiga ada kongkalikong oknum panpel dengan calo.
Ini tentu harus menjadi perhatian bersama. Sudah saatnya pengurus Persebaya bersikap lebih tegas kepada oknum panpel yang memilih menjual tiket ke calo daripada langsung ke penonton. Jika ini selalu berulang, maka yang selalu muncul adalah amarah penonton. Padahal, amarah ini tak perlu muncul, mengingat para Bonek yang antre itu membawa uang untuk membeli tiket secara resmi.

Sebagai penutup, saya ingin membahas usulan dari salah satu Aremania di Canberra Australia di kolom Citizen Journalism portal beritajatim.com. Usulan ini sangat menarik, saya kira. Ia dengan cerdas mewacanakan perlunya memberikan penghargaan terhadap kelompok suporter yang berhasil menahan diri selama pertandingan: seperti tidak melemparkan benda-benda keras ke tengah lapangan atau tak berbuat rusuh. Ia mempertanyakan Komisi Disiplin yang selama ini hanya memberikan sanksi tanpa mempedulikan penghargaan (reward) untuk laku sportif. Padahal, membangun laku sportif ini lebih sulit di tubuh kelompok suporter manapun yang heterogen.

Dalam konteks ini, penulis yang mengaku Aremania Australia itu mulai menawarkan tahapan lebih tinggi untuk menghargai suporter Indonesia. Sebuah kelompok suporter dihargai karena sportivitasnya, dan tak hanya kreativitasnya. Penghargaan ini, menurut dia, bisa diberikan rutin setiap pekan atau bulan sekali.

Saya sangat setuju dengan usul Aremania Australia. Sudah saatnya kita sudah membiasakan para suporter tak lagi berhenti pada kreatif, tapi juga sportif. Pasalnya, selama ini kreativitas tak selalu berbanding lurus dengan sportivitas. Tabik. [wir]
beritajatim

Bonek Rasa Liverpudlian

Reporter : Oryza A. Wirawan
 
"Walk on... Walk on... with hope in your heart... and you'll never walk alone... Berjalanlah...berjalanlah dengan harapan di hatimu... dan kau takkan pernah berjalan sendirian..."

You'll Never Walk Alone adalah lagu karya klasik Rogers dan Hammerstein, untuk penghias drama musikal Carousel. Gerry Marsden and The Pacemakers menyanyikan lagu ini di klub-klub yang bertebaran di kota Liverpool

Segera saja lagu ini menjadi populer di kalangan warga Liverpool. Tahun 1963, lagu ini mulai dinyanyikan Gerry and The Pacemakers di stadion Anfield sebelum pertandingan. Mendadak, lagu ini menjadi lagu suporter yang paling terkenal sepanjang masa.

Dalam pertandingan Liverpool melawan tim-tim besar di Stadion Anfield, terutama musuh bebuyutan Liverpool, lagu ini terdengar keras. Sangat keras, saat Liverpool dalam keadaan tertinggal sekalipun. Sebenarnya masih banyak nyanyian lain dari Liverpudlian, baik yang bernada provokatif maupun sepenuhnya suportif, seperti Scousser Tommy yang dengan provokatif mengejek tim sekota Everton atau Fields of Anfield road yang sepenuhnya suportif.

Suporter Liverpool pada masa lalu dikenal sebagai salah satu suporter paling ditakuti di daratan Eropa dan Inggris. Ingat Tragedi Heysel di mana 39 suporter Juventus tewas. Ingat juga Tragedi Hillsborough di mana 98 suporter Liverpool tewas.

Namun, kini suporter Liverpool seperti menunjukkan jati diri sebagai suporter yang berbeda. Mereka tetap garang. Namun bukan dengan perilaku yang beringas. Suporter Liverpool ditakuti karena kemampuannya mengintimidasi lawan melalui nyanyian, sekaligus membangkitkan semangat timnya.

Masih ingat final Liga Champions 2005? Liverpool berhasil menjadi juara, setelah sempat tertinggal 0-3 dari AC Milan. Jadi tak ada yang tak mungkin bagi klub dari Merseyside ini. Selama masih ada pemain ke-12 yang tak henti melantunkan You'll Never Walk Alone di tepi lapangan.
Sedikit banyak, Bonek dan Liverpudlian memiliki kemiripan. Sebagaimana halnya Liverpudlian, Bonek juga acap dianggap sebagai 'tukang cari masalah' di dunia sepakbola. Saya kira, sejak masa kompetisi Perserikatan hingga saat ini, jumlah suporter terbanyak yang meninggal di Indonesia karena mendukung timnya adalah suporter Persebaya. Liverpudlian dan Bonek sama-sama memiliki masa kelam, namun juga sama-sama memiliki kekuatan sebagai pemain ke-12.
Menjadi pemain ke-12 yang suportif, intimidatif, namun sportif, itulah yang diharapkan dari para Bonek, pendukung Persebaya, dalam laga bergengsi melawan Arema Malang, di Stadion 10 November, Sabtu (16/1/2010). Para Bonek menuntut agar Bajul Ijo bermain agresif dan meraih poin absolut dalam laga tersebut. Bagi Bonek, boleh kalah dari tim lain, namun tidak dari Arema Malang.

Inilah laga derby provinsi terpanas di Indonesia. Panitia peyelenggara diperkirakan bakal panen besar. Sebanyak 29 ribu lembar tiket dicetak. Namun di sisi lain, tiga ribu personil keamanan dipersiapkan. Petugas keamanan tidak mau kecolongan, peristiwa 4 September 2006 terulang. Saat itu, sejumlah Bonek mengamuk menyusul hasil seri yang antara Persebaya melawan Arema.

Kita menyadari harapan tinggi para Bonek untuk bisa mengalahkan Arema di Stadion 10 November. Bisa diperkirakan jalan-jalan di Surabaya, terutama di sekitar stadion, akan menjadi lautan hijau. Banyak Bonek yang bakal gagal masuk stadion karena kapasitas terbatas.

Partai ini menjadi pembuktian bagi banyak hal. Bagi aparat keamanan, ini seperti ajang uji coba pengamanan, terutama menjelang pemilihan walikota yang mungkin bisa lebih panas daripada sekadar laga sepakbola. Bagi Persebaya, ini ajang pembuktian bahwa mereka adalah raja di Jawa Timur.

Bagi Bonek, ini menjadi ajang pembuktian kemampuan mereka menjadi suporter yang intimidatif namun sportif sebagaimana para Liverpudlian. Intimidasi bukan melalui aksi kekerasan, namun melalui nyanyian-nyanyian sekeras-kerasnya yang menggetarkan pemain lawan, dan sekaligus mendongkrak energi para pemain Persebaya. Ini sebenarnya sudan terbukti saat melawan Persiwa Wamena, kala Persebaya tertinggal dua kali, dan akhirnya berhasil memenangkan pertandingan. Spirit sportivitas saat melawan Persiwa ini yang perlu ditunjukkan.

Terpenting pula adalah penghormatan terhadap hasil akhir pertandingan. Selama ini, Bonek sudah cukup teruji dengan dua kali kekalahan di kandang sendiri, dari Persipura Jayapura dan Persik Kediri. Tidak ada kerusuhan apapun. Hal ini tentu kemajuan yang patut dipuji dari Bonek, mengingat sebagian kalangan sudah kadung melakukan generalisasi (gebyah uyah) terhadap perilaku pendukung Persebaya.

Saat ini memang sebagian kalangan masih memandang enteng kemajuan (progress) di kalangan Bonek. Provokasi dan hujatan yang menempelkan stigma negatif masih sering diberondongkan kepada Bonek. Media massa pun agaknya juga lebih 'menikmati' Bonek dalam performa penuh hooliganisme ketimbang dalam wajah yang lebih santun. Paradigma media massa dan masyarakat menggambarkan kutub oposisi biner dalam teori strukturalisme, yang membutuhkan kelompok berpredikat 'bad boys' (anak nakal) untuk menentukan kelompok berpredikat 'good boys' (anak baik).

Namun, saya berharap hujatan dan provokasi ini tidak mengendurkan itikad dan keinginan Bonek untuk menjadi lebih baik. Apa yang sudah dicapai, dengan segala kekurangannya, hendaknya diterima dan tidak dirusak kembali Sabtu ini. Laga Persebaya melawan Arema, justru perlu digunakan untuk memperkukuh wajah baru Bonek. Mungkin ini tidak menarik bagi media massa yang menyukai sensasionalisme, namun bakal menyehatkan bagi perkembangan sepakbola nasional.

Saya rasa Bonek mulai perlu juga mengubah paradigma mengenai apa yang mereka anggap lawan: Arema dan Aremania. Begitupula Aremania, juga perlu mulai mengubah pandangan yang menganggap Bonek sebagai musuh bebuyutan.

Jika merunut sejarah panjang sepakbola Jawa Timur, suporter Malang atau Aremania bukanlah musuh suporter Surabaya, begitu pula sebaliknya. Musuh tradisional Bonek dan Persebaya sebenarnya adalah Bobotoh dan Persib Bandung, atau PSIS Semarang, karena persaingan antar klub Surabaya dan Bandung maupun Semarang sudah berjalan lama. Persepakbolaan di Malang relatif baru, jika dibandingkan dengan kota-kota besar di Indonesia. Arema baru muncul tahun 1987 dan Persema baru naik kasta ke Divisi Utama Perserikatan sekitar era 1990-an.

Saya masih ingat, di awal-awal kompetisi Liga Indonesia (gabungan perserikatan dengan Galatama) di tahun 1995/1996, penonton terbanyak Persebaya bukan saat melawan Arema dan Persema. Menurut catatan saya, penonton terbanyak laga kandang Persebaya di masa itu, adalah saat melawan PSM Makassar dengan 28.600 penonton bertiket, dan melawan Persegres Gresik yang dihadiri 24.300 penonton. Saat Persebaya melawan Arema dan Persema, jumlah penonton yang hadir sekitar belasan ribu.

Pada musim kompetisi 1996/1997, saat Persebaya menjadi juara nasional, Gelora Tambaksari dipenuhi penonton hingga sentelban justru saat melawan Bandung Raya maupun Persija Jakarta. pertandingan melawan Arema, yang pada akhirnya dimenangkan Persebaya dengan skor 6-1, dihadiri belasan ribu Bonek, dan tidak luruh hingga sentelban.

Dari hal yang saya paparkan di atas, tampak benar: sebenarnya secara kesejarahan, apa yang dulu didefinisikan sebagai musuh bebuyutan oleh Bonek sebenarnya bukanlah kesebelasan dari Malang, namun tim-tim dari Jakarta dan Bandung. Namun menarik, pada perkembangannya, Bonek justru bisa bersahabat dengan para musuh tradisional mereka di masa Kompetisi Perserikatan. Sayang sekali, Bonek dan Aremania justru tidak bisa duduk dalam satu stadion. Tentu saja ini patut disayangkan. Padahal tahun 1997, Bonek pernah menerima Aremania di Gelora Tambaksari, yang seharusnya bisa ditindaklanjuti dengan saling kunjung pada musim kompetisi selanjutnya.

Apakah penyebab perseteruan ini? Saya duga, ini semua lebih pada persaingan gengsi kedaerahan. Gengsi kedaerahan tentu saja absah dan halal sebagai bumbu sepakbola modern. Barcelona dan Real Madrid juga dipicu gengsi daerah yang bahkan berbau separatis, antara Catalan melawan Spanyol. Ini menambah sedap persaingan. Namun jangan kemudian justru membuat 'yang menang jadi arang, dan yang kalah jadi abu'. Di atas segalanya, Bonek dan Aremania sama-sama warga Jawa Timur.

Pertandingan yang berjalan aman dan nyaman ditonton tak hanya tergantung pada elemen suporter. Para pemain dan ofisial dua kesebelasan juga harus memberi dukungan dengan permainan yang baik dan sportif. Ciri khas sepakbola keras ala Jawa Timur mungkin sulit dihilangkan. Namun itu bukan berarti menghalalkan segala cara yang memicu keributan di lapangan.

Keributan di tengah lapangan hanya akan memprovokasi penonton untuk berbuat rusuh. Aksi-aksi sliding tackle tanpa aturan yang mencederai pemain secara tak manusiawi, atau aksi-aksi 'mudah jatuh' dan 'pura-pura kesakitan' hendaknya dihindari betul oleh para pemain. Wasit pun diharapkan bisa memimpin laga itu dengan adil.

Saya benar-benar berharap laga Sabtu sore menjadi laga bersejarah bagi kemajuan sepakbola Indonesia, bukan kemunduran. Dan, Bonek bisa menunjukkan jati diri seperti Liverpudlian: mendampingi timnya dalam keadaan bagaimana pun dengan semangat sportivitas. Bonek bercita rasa fanatisme Liverpudlian. [wir]


bejat.com 
PhotobucketPhotobucketPhotobucketPhotobucket